Menurut kaidah ushul fiqhiyah “pada dasarnya segala sesuatu hukumnya mubah”, dengan maksud asal dari segala sesuatu yang bermanfaat hukumnya mubah atau boleh dan yang bermadharot adalah berhukum haram. Kaidah tersebut berlaku sampai ada dalil yang mengubahnya.
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan sebatang rokok ada dua, yaitu tembakau dan cengkeh. Kedua benda tersebut merupakan benda yang berhukum mubah, karena tidak termasuk benda yang telah diharamkan baik dari Al-Qur‟an maupun Sunnah. Dalam hal ini, apabila tembakau dan cengkeh digunakan baik bersama-sama maupun terpisah maka hukumnya tetap mubah atau diperbolehkan, karena dikembalikan pada hukum asal suatu benda tersebut. Dan selama pembuatan rokok berasal dari bahan-bahan yang berhukum mubah, maka rokok juga memiliki hukum mubah, bukan haram atau makruh.
Dalam menentukan suatu hukum, maka dapat ditentukan dengan beberapa metode, yaitu:
1. Dilihat dari hukum asal suatu benda
Dilihat dari hukum asal suatu benda bahan yang digunakan dalam rokok berhukum mubah, maka ketika diproduksi hasilnya pun pasti juga berhukum mubah.
2. Dilihat dari perbuatannya
Dalam suatu kaidah ushul, jika terdapat suatu yang halal dzatnya maka yang dapat mengharamkan bukanlah dzat tersebut, akan tetapi cara pemakaian dari dzat tersebut atau juga dari akibat benda tersebut. Dilihat dari perbuatannya merokok berhukum haram, makruh dan mubah, dengan rincian sebagai berikut:
a. Merokok berhukum haram: Apabila orang tersebut melakukan perbuatan yang membahayakan pada dirinya, maka benda yang awalnya mubah karena perbuatan menjadi bahaya. Benda tersebut menjadi benda haram. Contohnya: jika seseorang merokok dan menyebabkan bahaya secara pasti pada dirinya, maka orang tersebut dilarang merokok, dikarenakan tampaknya bahaya pada dirinya. Sebab, jika benda mubah mengandung atau menimbulkan bahaya, dan bahaya tersebut telah terbukti, maka benda tersebut haram hukumnya untuk dikonsumsi orang tersebut. Hukum haram disini bukan diletakkan pada benda tersebut, akan tetapi pada perbuatan seseorang tersebut apabila tetap mengonsumsi rokok.
Dari hadist-hadist tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa Nabi Muhammad saw melarang oarang yang memakan bawang putih atau bawang merah mendekati masjid disebabkan baunya yang mengganggu orang lain. Sebagaimana rokok juga dimakruhkan masuk ke masjid, karena asap rokok menyebarkan bau yang menyengat dan dapat mengganggu orang lain. Sehingga rokok dimakruhkan masuk ke dalam masjid.
c. Merokok berhukum mubah atau boleh: Apabila seseorang melakukan suatu perbuatan yang tidak membahayakan bagi dirinya sendiri maupun mengganggu orang lain. Seseorang yang merokok tidak menimbulkan bahaya atau dlarar yang bersifat muhaqqah pada dirinya, serta dilakukan ditempat atau komunitas yang tidak merasa mengganggu atau orang dalam komunitas tersebut tidak merasa terganggu dengan bau asap rokok tersebut, maka status hukumnya adalah boleh atau mubah. Hal ini dilihat dari dalil yang memperbolehkan memanfaatkan barang yang asal bersifat mubah, dan bahaya tidak berwujud terhadap orang tersebut, sehingga hukum pengharamannya tidak terbukti. (Ramadhann, didapat dari http://www.voa-khilafah.com/, 2016).
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mundziri, Imam. Ringkasan Shahih Muslim. Jakarta: Pustaka Amani. 2003.
Ramadhan, Fathi Syamsuddin. Apakah hukum merokok, haram? makruh? atau mubah? dikupas tuntas di sini. didapat dari http://www.voa-khilafah.com/ [home page on-line]: diakses pada 05 Februari 2016.
Artikel selanjutnya akan membahas kontraversi fatwa merokok bagian 5, yaitu mengenai argumen golongan ulama tentang merokok..! dapat dilihat dengan mengunjungi tautan berikut:
https://rumahdesainedukasi.blogspot.com/2022/06/kontraversi-fatwa-merokok-bagian-5.html
EmoticonEmoticon