Pada prinsipnya tidak ada dalil yang secara spesifik menyinggung masalah hukum rokok. Baik dalam Alquran maupun Hadis Rasulullah. Karena itulah perdebatan ikhwal rokok menjadi polemik yang kontroversial. Tidak sedikit ulama yang mengharamkan dan memakruhkan, tetapi juga ada yang menghalalkan, bahkan diantara lagi dari mereka berdiam diri, tidak membicarakannya.
1. Argumen Golongan Ulama yang Mengharamkan
Argumen logika yang dikemukakan kelompok ulama yang megharamkan merokok adalah sejalan dengan pandangan di kalangan ahli medis dan ahli lingkungan hidup, bahwa dampak negatif dari merokok membahayakan bagi si perokoknya (perokok aktif) maupun orang yang disekitarnya terhadap orang yang tidak merokok yang berada dekat dengan perokok (perokok pasif). Diantara dampak negatif tersebut yaitu:
a. Karena memabukkan dan melemahkan badan
Rokok menurut mereka adalah sesuatu yang dapat menutup akal, meskipun hanya sebatas tidak ingat, yaitu menjadikan pikiran kacau, menghilangkan pertimbangan akal, membuat nafas sesak dan dapat teracuni. Mabuk dalam hal ini adalah karena lezat. Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” (Q.S. An-Nisaa': 29).
Dengan demikian, hakikatnya rokok adalah racun memabukkan yang dapat membunuh diri karena sama halnya merokok masuk kedalam kebinasaan.
Para ulama yang mengharamkan rokok berpendapat bahwa kalaupun merokok itu tidak sampai memabukkan, minimal perbuatan ini dapat menyebabkan tubuh menjadi lemah dan loyo. Rokok bisa merusak pertahanan tubuh dan mendatangkan penyakit yang sangat berbahaya. Melemahkan urat saraf, merusak pori-pori, bahkan dapat memusingkan kepala. al-Laqani menyatakan bahwa diantara bahan-bahan yang dapat membius itu adalah ganja, buah pala, minyak ambar dan zakfaron, serta bahan-bahan lain yang dapat mempengaruhi dan merusak akal, diantara bahan-bahan yang dapat membius adalah rokok.
b. Termasuk al-khabais (barang buruk)
“.....yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.....” (Al-A'raaf: 157).
Dalam ayat tersebut dijelaskan, yang baik-baik dihalalkan dan yang buruk diharamkan. Rokok dianggap sebagai sesuatu yang khabâis antara lain bau tidak sedap yang diakibatkan karena membiasakan diri merokok. Bau yang tidak sedap akibat merokok tersebut, di samping mungkin mangganggu dirinya sendiri juga akan mengganggu orang lain. Diantara dalil dari sunnah, antara lain Nabi pernah melarang orang yang berbau tidak sedap akibat mengkonsumsi jenis makanan tertentu atau sebab lainnya agar tidak berkumpul dengan orang lain, bahkan supaya tidak mendekati masjid, sebagaimana disebutkan dalam sabda Nabi:
“Barangsiapa makan bawang putih atau bawang merah hendaknya menyingkir dari kita dan menyingkir dari masjid dan duduklah di rumahnya” (riwayat Bukhari Muslim).
c. Menimbulkan madarat
Madarat bisa berakibat langsung pada diri sendiri (perokok aktif), maupun orang disekitarnya (perokok pasif). Madarat di sini di bagi menjadi 2 macam:
1) Darar badani (bahaya yang mengenai badan)
Rokok menjadikan badan lemah, wajah pucat, terserang batuk, bahkan menimbulkan berbagai macam penyakit lain yang berbahaya seperti paru-paru. Rokok dilarang juga karena asapnya yang bisa mempengaruhi orang lain yang tidak merokok. Bahkan dampak penyakit yang dialami orang yang tidak merokok lebih besar dibandingkan terhadap orang yang merokok.
Sebagaimana hadis nabi: “Tidak boleh membahayakan diri sendiri atau orang lain” (HR. Ibnu Majjah dan Ahmad, dishahihkan oleh Al-Albani).
2) Darar mâli (bahaya terhadap harta)
Bahwa merokok itu sama halnya menghambur-hamburkan harta (tabzir), yaitu menggunakannya untuk sesuatu yang tidak bermamfaat bagi badan dan ruh, tidak bermamfaat juga di dunia dan akhirat. Merokok adalah suatu perbuatan yang berlebihan sebab termasuk menyia-nyiakan harta. Allah berfirman:
" ....... dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros" (Q.S. Al-Israa': 26).
Bila seseorang sudah mengakui bahwa ia tidak menemukan mamfaat rokok sama sekali, maka seharusnya rokok itu diharamkan, bukan dari segi penggunaannya, tetapi dari segi pemborosan. Karena dengan menghambur-hamburkan harta itu tidak ada bedannya, apakah dengan membuangnya ke laut atau dengan membakarnya atau dengan merusaknya.
Menurut Muhammad Yusuf al-Qardawi secara tegas menyatakan bahwa hukum rokok adalah haram dengan alasan bahwa rokok dapat menyebabkan berbagai macam darar (penyakit), baik darar yang datang seketika maupun darar yang datang bertahap dan dapat pula menghambur-hamburkan harta, disamping itu pula rokok juga berpengaruh negatif terhadap psikologi dan moral seseorang (Qaedawi, 2001:825).
Ulama-ulama kontemporer banyak merujuk kepada para pakar untuk mengetahui unsur-unsur pokok, serta dampaknya terhadap manusia. Atas dasar informasi itu, mereka menetapkan hukumnya. Al- Marhum Syekh Mahmud syaltut, pemimpin tertinggi al-Azhar, menilai pendapat menilai pendapat yang menyatakan merokok adalah makruh, bahkan haram, lebih dekat kepada kebenaran dan lebih kuat argumentainya. Ada tiga alasan pokok yang dijadikan pegagangan untuk ketetapan hukum ini:
a) Rokok adalah zat adiktif, membuat rokok menjadi kecanduan dan terlihat jelas disaat ia tidak memilikinya.
b) Dinilai sebagai bentuk pemborosan.
c) Dampaknya terhadap kesehatan, bahwa mayoritas Negara dan dokter telah mengakui dampak buruk rokok, seandainya tidak ada teks keagamaan (ayat atau hadis) yang pasti menyangkut larangan merokok, maka dari segi maqâsid al-syari’ati sudah cukup sebagai argumentasinya (Alwi, 1990:166).
2. Argumen Golongan Ulama yang Memakruhkan
Adapun golongan yang menghalalkan bahwa merokok itu makruh mengemukakan alasan-alasan sebagai berikut:
a. Merokok tidak lepas dari darar (bahaya), lebih-lebih jika terlalu banyak melakukannya. Sedangkan sesuatu yang sedikit itu bila diteruskan akan menjadi banyak.
b. Mengurangkan harta. Kalau tidak sampai pada tingkat tabzir, israf dan menghambur-hamburkan uang, maka ia dapat mengurangkan harta yang dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih baik dan lebih bermamfaat bagi keluarga dan orang lain.
c. Bau dan asapnya mengganggu serta menyakiti orang lain yang tidak merokok. Segala sesuatu yang dapat menimbulkan hal yang seperti ini makruh menggunakannya, seperti halanya memakan bawang mentah, kucai dan sebagainya (yang baunya dapat mengganggu orang lain).
d. Menurunkan harga diri bagi orang yang mempunyai kedudukan sosial terpandang.
e. Dapat melalaikan seseorang untuk beribadah secara sempurna.
f. Bagi orang yang biasa merokok, akan membuat pikirannya kacau jika pada suatu saat ia tidak mendapatkan rokok.
g. Jika perokok menghadiri suatu majelis, ia akan mengganggu orang yang lain, maka ia malu melakukannya.
Syekh Abu Sahal Muhammad bin al-Wa'iz al-Hanafi berkata, “dalil-dalil yang menunjukkan kemakruhannya ini bersifa qat’i sedangkan yang menunjukkan keharamannya bersifat zanni. Kemakruhan bagi perokok yang disebabkan menjadikan pelakunya hina dan sombong, memutuskan hak dan keras kepala. Selain itu, segala sesuatu yang baunya mengganggu orang lain adalah makruh, sama halnya dengan memakan bawang. Maka asap rokok yang memiliki dampak negatif ini lebih utama untuk dilarang, dan perokoknya lebih layak dilarang masuk masjid serta menghadiri pertemuan-pertemuan” (Alwi, 1990:826).
Ketua umum pengurus besar Nahdatul Ulama (NU) Hasyim Muzadi mengatakan, NU sejak dulu menganggap merokok masih tergolong makruh tidak sampai pada haram, karena rokok mempunyai tingkat bahaya yang relatif, ada perokok yang kuat dan tidak kuat dampaknya, dan merokok berbeda dengan minuman keras yang hukumnya memang signifikan haram (Jaya, 2009:114).
3. Argumen Kelompok Ulama yang Memperbolehkan
Kelompok ini menolak semua dalil yang digunakan oleh kelompok yang mmengharamkan merokok, menurut mereka bahwa dalil-dalil yang digunakan untuk mengharamkan merokok tersebut bersifat zanni, sehingga tidak dapat digunakan untuk menetapkan keharaman merokok.
Al-'Allamah Syaikh Abdul Ghani an-Nabilisi berpendapat, anggapan bahwa rokok itu memabukkan (iskar) itu tidak benar, menurutnya hilang akal tetapi badan masih dapat bergerak, dan takhdir adalah hilangnya akal disertai keadaan badan yang lemah atau loyo. Sedangkan kedua hal itu tidak terjadi pada orang yang merokok. Memang benar bahwa orang yang tidak biasa merokok akan merasakan mual bila ia pertama kali melakukannya, tetapi hal ini tidak menjadikannya haram. Adapun anggapan merokok israf, maka hal ini tidak hanya terdapat pada rokok.
Kelompok ini menyimpulkan bahwa merokok hukumnya mubah selama tidak merusak akal dan badan dan minimbulkan mafsadat lainnya serta tidak meninggalkan kewajiban, seperti menafkai keluarga (Qardawi, 2001:826-827).
4. Argumen Golongan yang Memperinci Pendapatnya
Adapun golongan yang menggunakan pendapat secara rinci mengatakan bahwa sesungguhnya tembakau pada dasarnya adalah suci, tidak memabuk-kan, tidak membahayakan, dan tidak kotor. Jadi, pada asalnya mubah, kemudian berlaku padanya hukum-hukum syari'at seperti berikut:
a. Barang siapa yang menggunakannya tetapi tidak menimbulkan madarat pada badan atau akalnya, maka hukumnya adalah jaiz (boleh).
b. Barangsiapa yang apabila menggunakannya menimbulkan madarat, maka hukumnya haram, seperti orang yang mendapatkan madarat menggunakan madu.
c. Barang siapa yang memamfaatkannya untuk menolak madarat, semisal penyakit, maka wajib menggunakannya.
Syeikh Hassanain Makhluf, mufti Mesir, yang menginventarisasi pendapat sebagian ulama sebelumnya berpendapat bahwa hukum asal rokok adalah mubah, keharaman dan kemakruhannya apabila timbul faktor-faktor lain, seperti madarat, baik banyak atau sedikit yang merusak jiwa maupun harta (Qardawi, 2001:828).
Jadi, hukum-hukum ini ditetapkan berdasarkan sesuatu yang akan ditimbulkannya, sedangkan pada asalnya adalah mubah.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Usman. Manfaan Rokok Bagi Anda?. Jakarta: Binadaya Press. 1990.
Jaya, Muhammad. Pembunuh Berbahaya itu Bernama Rokok. Yogyakarta: Rizma. 2009.
Qardawi, Yusuf. Fatwa-Fatwa Kontemporer. cet. VII. Jakarta: Gema Insani Press. 2001.
Lihat kontraversi fatwa merokok bagian 1, yaitu mengenai latar belakang masalah..! dapat dilihat dengan mengunjungi tautan berikut:
https://rumahdesainedukasi.blogspot.com/2022/06/kontraversi-fatwa-merokok-bagian-1.html
Terima kasih ilmunya
ReplyDeleteAlhamdulillah,
Deletesama-sama belajar dan memperbaiki diri abangda.