Kontraversi Fatwa Merokok (Bagian 5: Argumen Golongan Ulama Tentang Merokok)

Pada  prinsipnya  tidak  ada  dalil  yang  secara  spesifik  menyinggung  masalah   hukum   rokok.   Baik   dalam  Alquran   maupun   Hadis Rasulullah.  Karena  itulah  perdebatan  ikhwal  rokok  menjadi  polemik  yang kontroversial. Tidak  sedikit  ulama  yang  mengharamkan  dan  memakruhkan, tetapi juga ada yang menghalalkan, bahkan diantara lagi dari mereka berdiam diri, tidak membicarakannya.

1. Argumen Golongan Ulama yang Mengharamkan

Argumen   logika    yang   dikemukakan    kelompok   ulama    yang megharamkan merokok adalah sejalan dengan pandangan di kalangan ahli medis  dan  ahli  lingkungan  hidup,  bahwa  dampak  negatif  dari  merokok membahayakan  bagi  si  perokoknya  (perokok  aktif)  maupun  orang  yang disekitarnya terhadap orang yang tidak merokok yang berada dekat dengan perokok (perokok pasif). Diantara dampak negatif tersebut yaitu:

a. Karena memabukkan dan melemahkan badan

Rokok  menurut  mereka  adalah  sesuatu  yang  dapat  menutup akal,  meskipun  hanya  sebatas  tidak  ingat,  yaitu  menjadikan  pikiran kacau,  menghilangkan  pertimbangan  akal,  membuat  nafas  sesak  dan dapat   teracuni.   Mabuk   dalam   hal   ini   adalah   karena   lezat.   Allah berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” (Q.S. An-Nisaa': 29).

Dengan demikian, hakikatnya rokok adalah racun memabukkan yang   dapat   membunuh   diri  karena   sama   halnya   merokok  masuk kedalam kebinasaan.

Para  ulama  yang  mengharamkan  rokok  berpendapat  bahwa  kalaupun merokok itu  tidak  sampai  memabukkan,  minimal  perbuatan ini  dapat  menyebabkan  tubuh  menjadi  lemah  dan  loyo.  Rokok  bisa merusak  pertahanan  tubuh  dan  mendatangkan  penyakit  yang  sangat berbahaya.  Melemahkan  urat  saraf,  merusak  pori-pori,  bahkan  dapat memusingkan  kepala.  al-Laqani  menyatakan  bahwa  diantara  bahan-bahan yang dapat membius itu adalah ganja, buah pala, minyak ambar dan  zakfaron,  serta  bahan-bahan  lain  yang  dapat  mempengaruhi  dan merusak   akal,   diantara   bahan-bahan   yang   dapat   membius   adalah rokok.

b. Termasuk al-khabais (barang buruk)

 “.....yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.....” (Al-A'raaf: 157).

Dalam ayat tersebut dijelaskan,  yang baik-baik dihalalkan dan yang buruk  diharamkan.  Rokok  dianggap  sebagai  sesuatu  yang  khabâis antara lain bau tidak sedap yang diakibatkan karena membiasakan diri merokok.  Bau  yang  tidak sedap  akibat  merokok tersebut, di samping mungkin  mangganggu  dirinya  sendiri  juga  akan  mengganggu  orang lain.  Diantara  dalil  dari  sunnah,  antara  lain  Nabi  pernah  melarang orang  yang  berbau  tidak  sedap  akibat  mengkonsumsi  jenis  makanan tertentu  atau  sebab  lainnya  agar  tidak  berkumpul  dengan  orang  lain, bahkan supaya tidak mendekati masjid, sebagaimana disebutkan dalam sabda Nabi:

Barangsiapa makan bawang putih atau bawang merah hendaknya menyingkir dari kita dan menyingkir dari masjid dan duduklah di rumahnya” (riwayat Bukhari Muslim).

c. Menimbulkan madarat

Madarat bisa berakibat langsung pada diri sendiri (perokok aktif), maupun orang disekitarnya (perokok pasif). Madarat di sini di bagi menjadi 2 macam:

1) Darar badani (bahaya yang mengenai badan)

Rokok menjadikan badan lemah, wajah pucat, terserang batuk, bahkan menimbulkan berbagai  macam  penyakit lain yang berbahaya seperti paru-paru. Rokok dilarang juga karena asapnya yang  bisa mempengaruhi orang lain yang tidak merokok. Bahkan dampak penyakit yang dialami orang yang tidak merokok lebih besar dibandingkan terhadap orang yang merokok.

Sebagaimana hadis nabi: “Tidak boleh membahayakan diri sendiri atau orang lain” (HR. Ibnu Majjah dan Ahmad, dishahihkan oleh Al-Albani).

2) Darar mâli (bahaya terhadap harta)

Bahwa  merokok itu  sama  halnya  menghambur-hamburkan harta  (tabzir),  yaitu  menggunakannya  untuk  sesuatu  yang  tidak bermamfaat  bagi  badan  dan  ruh,  tidak  bermamfaat  juga  di  dunia dan  akhirat. Merokok  adalah  suatu  perbuatan  yang  berlebihan sebab termasuk menyia-nyiakan harta. Allah berfirman:

" ....... dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros" (Q.S. Al-Israa': 26).

Bila  seseorang  sudah  mengakui  bahwa  ia  tidak  menemukan mamfaat  rokok  sama  sekali,  maka  seharusnya  rokok  itu  diharamkan, bukan  dari  segi penggunaannya,  tetapi dari  segi pemborosan.  Karena dengan menghambur-hamburkan harta itu tidak ada bedannya, apakah dengan membuangnya ke laut atau dengan membakarnya atau dengan merusaknya.

Menurut Muhammad  Yusuf  al-Qardawi  secara  tegas menyatakan bahwa  hukum rokok adalah haram dengan alasan bahwa rokok  dapat  menyebabkan  berbagai  macam darar (penyakit), baik darar  yang  datang  seketika maupun darar  yang  datang bertahap  dan  dapat  pula  menghambur-hamburkan  harta,  disamping  itu  pula  rokok  juga berpengaruh negatif terhadap psikologi dan moral seseorang (Qaedawi, 2001:825).

Ulama-ulama kontemporer banyak merujuk kepada para pakar untuk   mengetahui   unsur-unsur   pokok,   serta   dampaknya   terhadap manusia. Atas dasar informasi itu, mereka menetapkan hukumnya. Al- Marhum Syekh Mahmud syaltut, pemimpin tertinggi al-Azhar, menilai pendapat menilai pendapat yang menyatakan merokok adalah makruh, bahkan    haram,    lebih   dekat    kepada   kebenaran   dan   lebih    kuat argumentainya.  Ada  tiga  alasan  pokok  yang  dijadikan  pegagangan untuk ketetapan hukum ini:

a) Rokok adalah zat adiktif, membuat rokok menjadi kecanduan dan terlihat jelas disaat ia tidak memilikinya.

b) Dinilai sebagai bentuk pemborosan.

c) Dampaknya  terhadap  kesehatan,  bahwa  mayoritas  Negara  dan dokter  telah  mengakui  dampak  buruk  rokok,  seandainya  tidak ada  teks  keagamaan  (ayat  atau  hadis)  yang  pasti  menyangkut larangan  merokok,  maka  dari  segi  maqâsid  al-syari’ati  sudah cukup sebagai argumentasinya (Alwi, 1990:166).

2. Argumen Golongan Ulama yang Memakruhkan

Adapun golongan yang menghalalkan bahwa merokok itu makruh mengemukakan alasan-alasan sebagai berikut:

a. Merokok tidak lepas dari darar (bahaya), lebih-lebih jika terlalu banyak  melakukannya.  Sedangkan  sesuatu  yang  sedikit  itu  bila diteruskan akan menjadi banyak.

b. Mengurangkan harta. Kalau tidak sampai pada tingkat tabzir, israf dan  menghambur-hamburkan  uang,  maka  ia  dapat  mengurangkan harta yang dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih baik dan lebih bermamfaat bagi keluarga dan orang lain.

c. Bau  dan  asapnya  mengganggu  serta  menyakiti  orang  lain  yang tidak merokok.  Segala  sesuatu  yang dapat  menimbulkan  hal  yang seperti  ini  makruh  menggunakannya,  seperti  halanya  memakan bawang   mentah,   kucai   dan   sebagainya   (yang   baunya   dapat mengganggu orang lain).

d. Menurunkan  harga  diri  bagi  orang  yang  mempunyai  kedudukan sosial terpandang.

e. Dapat melalaikan seseorang untuk beribadah secara sempurna.

f. Bagi orang  yang biasa  merokok,  akan membuat pikirannya  kacau jika pada suatu saat ia tidak mendapatkan rokok.

g. Jika perokok menghadiri suatu majelis, ia akan mengganggu orang yang lain, maka ia malu melakukannya.

Syekh  Abu  Sahal  Muhammad  bin al-Wa'iz  al-Hanafi berkata, “dalil-dalil yang menunjukkan kemakruhannya ini bersifa qat’i sedangkan yang     menunjukkan keharamannya bersifat zanni. Kemakruhan bagi perokok yang disebabkan menjadikan pelakunya hina dan sombong,  memutuskan  hak  dan  keras kepala. Selain itu, segala sesuatu yang baunya mengganggu orang lain  adalah makruh, sama halnya  dengan  memakan  bawang.  Maka  asap  rokok  yang  memiliki dampak  negatif  ini  lebih  utama  untuk  dilarang,  dan  perokoknya  lebih layak dilarang masuk masjid serta menghadiri pertemuan-pertemuan” (Alwi, 1990:826).

Ketua umum pengurus besar Nahdatul Ulama (NU) Hasyim Muzadi   mengatakan, NU sejak dulu menganggap merokok masih tergolong  makruh  tidak sampai pada haram, karena rokok mempunyai tingkat bahaya yang relatif, ada perokok yang kuat dan tidak kuat dampaknya, dan merokok   berbeda dengan minuman keras yang hukumnya memang signifikan haram (Jaya, 2009:114).

3. Argumen Kelompok Ulama yang Memperbolehkan

Kelompok ini menolak semua dalil yang digunakan oleh kelompok yang   mmengharamkan merokok, menurut mereka bahwa dalil-dalil yang   digunakan untuk mengharamkan merokok tersebut bersifat zanni, sehingga   tidak dapat digunakan untuk menetapkan keharaman merokok.

Al-'Allamah Syaikh Abdul Ghani an-Nabilisi berpendapat, anggapan   bahwa  rokok itu memabukkan (iskar) itu tidak benar, menurutnya hilang akal tetapi badan masih dapat bergerak, dan takhdir adalah hilangnya akal disertai  keadaan badan yang lemah atau loyo. Sedangkan kedua hal itu tidak terjadi   pada orang yang merokok. Memang benar bahwa orang yang tidak biasa merokok akan merasakan mual bila ia pertama kali melakukannya, tetapi hal ini tidak menjadikannya haram. Adapun anggapan merokok israf, maka hal ini tidak hanya terdapat pada rokok.

Kelompok ini menyimpulkan bahwa merokok hukumnya mubah selama  tidak merusak akal dan badan dan minimbulkan mafsadat lainnya serta tidak meninggalkan kewajiban, seperti menafkai keluarga (Qardawi, 2001:826-827).

4. Argumen Golongan yang Memperinci Pendapatnya

Adapun golongan yang menggunakan pendapat secara rinci mengatakan bahwa sesungguhnya tembakau pada dasarnya adalah suci, tidak  memabuk-kan, tidak membahayakan, dan tidak kotor. Jadi, pada asalnya mubah, kemudian berlaku padanya hukum-hukum syari'at seperti berikut:

a. Barang  siapa yang menggunakannya tetapi tidak menimbulkan madarat pada badan atau akalnya, maka hukumnya adalah jaiz (boleh).

b. Barangsiapa yang apabila menggunakannya menimbulkan madarat, maka hukumnya haram, seperti orang yang mendapatkan madarat menggunakan madu.

c. Barang siapa yang memamfaatkannya untuk menolak madarat, semisal penyakit, maka wajib menggunakannya.

Syeikh Hassanain Makhluf, mufti Mesir, yang menginventarisasi pendapat sebagian ulama sebelumnya berpendapat bahwa hukum asal rokok  adalah mubah, keharaman dan kemakruhannya apabila timbul faktor-faktor   lain, seperti madarat, baik banyak atau sedikit yang merusak jiwa maupun harta (Qardawi, 2001:828).

Jadi, hukum-hukum ini ditetapkan berdasarkan sesuatu yang akan ditimbulkannya, sedangkan pada asalnya adalah mubah.


DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Usman. Manfaan Rokok Bagi Anda?. Jakarta: Binadaya Press. 1990.

Jaya, Muhammad. Pembunuh Berbahaya itu Bernama Rokok. Yogyakarta: Rizma. 2009.

Qardawi, Yusuf. Fatwa-Fatwa Kontemporer. cet. VII. Jakarta: Gema Insani Press. 2001.

 

Lihat kontraversi fatwa merokok bagian 1, yaitu mengenai latar belakang masalah..! dapat dilihat dengan mengunjungi tautan berikut:

https://rumahdesainedukasi.blogspot.com/2022/06/kontraversi-fatwa-merokok-bagian-1.html

Previous
Next Post »

2 Comments