Studi Alquran Asbab Al-Nuzul (Bagian 3: Perbedaan Sekitar Signifikansi Asbab Al-Nuzul)

Al-Wahidi (1988:4) menerangkan bahwa dalam kitab-kitab `Ulum al-Qur'an atau `Ulum al-Tafsir, baik itu yang klasik atau yang kontemporer, hampir seluruh para ulama sepakat yang menyatakan mengenai pentingnya mempelajari dan mengetahui asbab al-nuzul dalam rangka penafsiran ataupun pemahaman Alquran. Hal ini disebabkan oleh begitu besar dan banyaknya manfaat asbab al-nuzul untuk mengantarkan seseorang pada penafsiran dan pemahaman yang benar terhadap isi kandungan ayat-ayat Alquran. Al-Wahidi, yang merupakan salah seorang ulama dengan mengawali penulisan kitab asbab al-nuzul mengatakan bahwa tidak mungkin bisa ayat ditafsirkan dan kemudian mengetahui maknanya tanpa diketauhi kisah serta sebab turunnya ayat tersebut.

Hal senada diungkapkan pula oleh al-Suyuťi (1979:29) dalam kitabnya Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul. Dalam kitab tersebut dikutipnya pendapat Ibnu Daqiq al-`Aid yang mengatakan penjelasan asbab al-nuzul yaitu merupakan cara utama dalam memahami makna-makna Alquran. Di samping itu pula, ia menyertakan pendapat Ibnu Taimiyah yang menyatakan bahwa penguasaan asbab al-nuzul itu merupakan unsur penentu untuk memahami suatu ayat, karena sesungguhnya pengetahuan mengenai “sebab” kemudian akan dapat melahirkan pengetahuan tentang “akibat”.

Pendapat tiga tokoh tersebut pun dikutip juga oleh al-Zarkasi (1988:45) dalam bukunya al-Burhan fi `Ulum al-Qur'an,  Manna` Khalil al-Qattan (1973:75-76) dalam bukunya Mabahi fi `Ulum al-Qur'an,  dan juga Muhammad `Ali al-Sabuni (1985:19-21) dalam bukunya al-Tibyan fi `Ulum al-Qur'an. Bahkan al-Shabuni sendiri sampai pada suatu pendapat dengan menyatakan bahwa memang sebagian ayat-ayat Alquran tidak mungkin bisa dipahami atau juga diketahui hukum-hukumnya kecuali dalam prespektik asbab al-nuzul.

Makhfud (dalam Jurnal Tribakti, Vol. 21 No. 1, Januari 2010) menuliskan secara lebih terperinci, para ulama pun menyebutkan beberapa manfaat asbab al-nuzul tersebut diantaranya:

1. Mengetahui berbagai macam hikmah yang terkandung di dalam pemberlakuan suatu hukum.

2. Membantu untuk memahami ayat-ayat serta dapat menghilangkan kerumitan dalam pemahaman ayat tersebut.

3. Menjelaskan pembatasan (al-Haťsr) yang terdapat di dalam suatu ayat tertentu dengan melihat konteks turunnya.

4. Membantu dalam  penentuan spesifikasi berlakunya suatu hukum ini bagi pihak yang berpendapat bahwa ketentuan hukum itu didasarkan atas sebab yang khusus (al-`Ibrah bi khusus al-sabab).

5. Memberikan informasi yang akurat, kepada siapa suatu ayat tersebut diturunkan, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman.

6. Mempermudah pemahaman serta menguatkan ingatan terhadap wahyu di dalam kandungan suatu ayat, jika wahyu tersebut diketahui sebab-sebab kejadiannya.

Tetapi demikian ada pula yang menyatakan pendapat bahwa pengaruh asbab al-nuzul terhadap pemahaman Alquran tidak begitu penting. Alasannya, karena tidak semua ayat ataupun surat di dalam Alquran mempunyai asbab al-nuzul. Bahkan seperti Muhammad Sahrur (1990:93) yang memiliki pendapat dengan menyatakan bahwa Alquran itu sebenarnya tidak memiliki asbab al-nuzul karena seluruh kandungan Alquran sudah terprogram sejak di Lauh al-Mahfudh yang tergambar dalam terminologi al-kitab al-maknun dan fi Imam mubin. Di samping itu bahwa Alquran diturunkan dalam satu paket wahyu yang utuh di dalam bulan Ramadhan, karena itu tidak ada kaitan dalam al-Hadits dengan ayat-ayat tersebut.

Terlepas dari perbedaan di antara pendapat dari dua kelompok di atas, rasanya memang perlu dipertanyakan kembali pandangan yang menyatakan bahwa tidak mungkin memahami Alquran tanpa mengetahui tentang asbab al-nuzul nya. Sebab pandangan seperti ini memberi kesan pemutlakan posisi asbab al-nuzul dalam pemahaman Alquran. Padahal jika diteliti secara seksama, hanya ada sebagian kecil saja di antara ayat-ayat Alquran tersebut yang tidak bisa dipahami secara akurat kecuali dengan mengetahui sebab turunnya ayat tersebut. Ada pula sebagian besar yang lain tetap bisa dipahami meskipun tidak menggunakan sebab nuzulnya, misalnya seperti menggunakan pendekatan kebahasaan dengan sesama ayat, konteks ayat ataupun cara-cara lainnya.

Ada beberapa contoh ayat yang tidak dapat dipahami secara tepat kecuali dengan menyertakan sabab nuzul-nya yaitu diantaranya:

1. Diberitahukan bahwa `Urwah bin Zubair merasakan kesulitan dalam memahami ayat 158 surat al-Baqarah yaitu: “Sesungguhnya Shafa dan Marwa adalah sebahagian dari syi’ar Allah. Maka Barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber‘umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya”.  Dalam redaksi ayat itu terdapat kalimat la junaha (tidak ada dosa) yang memberikan pengertian menafikan atau menyangkal kewajiban sa`i. Kemudian Zubair bertanya kepada bibinya yaitu `Aisah ra. mengenai hal tersebut dan kemudian beliau menerangkan bahwa kata la junaha (tidak ada dosa) tersebut tidak berarti menafikan atau menyangkal kewajiban, melainkan berarti menghilangkan perasaan berdosa serta beban dari hati para kaum muslimin ketika dalam pelaksanaan sa`i di antara Safa dan Marwah, karena perbuatan itu adalah termasuk tradisi kaum jahiliyah. disebutkan pula di daerah safa terdapat patung dengan nama Isaf dan di atas Marwah terdapat patung lain pula dengan nama Nailah. Dulu pada masa sebelum Islam, ketika orang-orang musrik melakukan sa`i, dilakukan mereka sambil mengusap kedua patung tersebut. Kemudian setelah Islam datang kedua patung itu pun dihancurkan, dan kaum muslimin masih merasa keberatan untuk melakukan sa`i, maka kemudian turunlah ayat tersebut.

2. Surat al-Baqarah 115 yaitu: “Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah”.  Jika kita berhenti hanya sampai pada dhahir-nya ayat, maka ayat tersebut memberikan pengertian bahwa tidak ada kewajiban untuk menghadap ke kiblat dalam shalat, baik itu dalam keadaan safar atau tidak, padahal ijma` sendiri menentukan bahwa kebolehan menghadap kemana saja, itu berlaku pada saat safar saja. Dalam kontek ini, dengan merujuk pada sabab nuzul ayat, maka bisa diketahui bahwa ayat tersebut berkenaan dengan orang salat yang sedang berada dalam perjalanan (Sunan al-Tirmidzi, Juz 5, Beirut: Dar Ihya' al-Turat al-`Arabi, hal. 205).

3. Diriwayatkan bahwa pernah terjadi suatu peristiwa pada dua orang yang bernama Qudamah bin Mad`un dan `Amr bin Ma`dikarib, mereka berdua mengatakan kalau minum khamar itu adalah mubah. Sebab mereka berhujjah dengan firman Allah dalam Alquran surat al-Maa’idah ayat 93 yaitu: “Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka Makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.
Apabila sebab nuzul ayat tersebut diteliti, maka mereka berdua tidak akan mengatakan kalau khamar itu adalah mubah. berdasarkan sabab nuzul ayat tersebut, diterangkan dalam sebuah riwayat bahwa suatu ketika sesaat setelah ada ketentuan terhadap haramnya khamar, orang-orang berkata: “bagaimana dengan mereka yang terbunuh di jalan Allah, kemudian mati. Padahal mereka juga minum khamar?” Lalu kemudian turunlah ayat di atas. (Lihat, Musnad Ahmad, Juz 1 (Misr: Mu'assasah Qurtubah), hal. 234,272, 295,304. Musnad al-Bazzar, Juz 4, (Beirut: Mu'assasah `Ulum al-Qur'an, 1409), hal. 325. Musnad Abi Ya`la, juz 3, (Faisal Ibad: Idarah al-`Ulum al-Atariyah, 1407), hal. 265). Dengan demikian maka sabab nuzul ayat tersebut memperlihatkan bahwa peniadaan dosa itu akan berlaku sebelum terjadinya pengharaman.

4. Diriwayatkan secara sahih dari Marwan bin Hakam bahwa dia pernah merasa kesulitan dalam memahami ayat 188 pada surat Ali-`Imran, yaitu: “Janganlah sekali-kali kamu menyangka, bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih”.
Kemudian dia mengutus seseorang kepada Ibnu `Abbas untuk ditemui dan bertanya maksud dari ayat tersebut dengan mengatakan, “seandainya setiap orang yang bergembira dengan apa yang telah didapat dan yang ingin dipuji terhadap sesuatu yang belum dilakukan itu merupakan azab, niscaya kita semua pula akan mendapat azab?” Lalu kemudian Ibnu `Abbas memberi jawaban bahwa ayat tersebut diturunkan kepada Ahli Kitab. Ketika itu Nabi melontarkan pertanyaan tentang sesuatu kepada mereka, lalu mereka menutup-nutupi hal yang sebenarnya (tidak mau menjawab), dan memberikan pula jawaban yang lain dan mereka perlihatkan kepada Nabi seolah-olah sudah menjawab apa yang ditanya oleh beliau dan kemudian meminta pujian, sehingga turunlah ayat di atas (Lihat, Sahih Muslim, juz 4 (Beirut: dar Ihaya' al-Turat), hal. 2142 dan 2143. Sunan al-Tirmidzi, juz 5 (Beirut: dar Ihaya' al-Turat), hal. 233).


DAFTAR PUSTAKA

Al-Zarkasi. al-Burhan fi `Ulum al-Qur'an. Juz I. Beirut: Dar al-Kutub al-`Ilmiyah. 1988.

Al-Wahidi. Asbab al-Nuzul. Beirut: Dar al-Fikr. 1988.

Jalal al-Din al-Suyuťi. al-Itqan fi `Ulum al-Qur'an. Juz 1-2. Beirut: Dar al-Fikr. 1979.

Manna` Khalil al-Qattan. Mabasi fi `Ulum al-Qur'an. Makkah: Mansūr al-`Asr al-Hadit. 1973.

Makhfud. Mengkaji Ulang Signifikansi Asbab al-Nuzul dalam Pemahaman Al-Qur'an, dalam Jurnal Tribakti. Vol. 21 No. 1. Januari 2010.

Muhammad `Ali al-Sabuni. al-Tibyan fi `Ulum al-Qur'an. Makkah: Dar al-Qalam. 1985.

Muhammad Sahrur. al-Kitab wa al-Qur'an Qira'ah Mu`asirah. Damaskus: al-Ahali. 1990.

Musnad Ahmad. Juz 1. Misr: Mu'assasah Qurtubah. Musnad al-Bazzar. Juz 4. Beirut: Mu'assasah `Ulum al-Qur'an. 1409. Musnad Abi Ya`la, juz 3. Faisal Ibad: Idarah al-`Ulum al-Atariyah. 1407.

Sahih Muslim. juz 4. Beirut: dar Ihaya' al-Turat. Sunan al-Tirmidzi. juz 5. Beirut: dar Ihaya' al-Turat.

Sunan al-Tirmidzi. Juz 5. Beirut: Dar Ihya' al-Turat al-`Arabi.

 

Artikel selanjutnya akan membahas studi Alquran asbab al-nuzul bagian 4, yaitu mengenai cara-cara mengetahui asbab al-nuzul..! dapat dilihat dengan mengunjungi tautan berikut:

https://rumahdesainedukasi.blogspot.com/2022/06/studi-alquran-asbab-al-nuzul-bagian-4.html

Previous
Next Post »