Untuk mengetahui sebab dari turunnya sejumlah besar dari ayat-ayat Alquran dengan secara pasti dan meyakinkan adalah bukan menjadi sesuatu hal yang mudah. Sebab, terkadang didapatkan ada riwayat-riwayat yang melontarkan suatu sebab yang berbeda terhadap turunnya suatu ayat itu sendiri.
Al-Dahlawi mengatakan bahwa untuk mengetahui asbab al-nuzul dari suatu ayat adalah termasuk pekerjaan yang sangat sulit. Ini terbukti telah munculnya perselisihan pendapat dikalangan para ulama mutaqadimin dan ulama mutaakhkhirin mengenai beberapa riwayat yang berkenaan dengan masalah asbab al-nuzul tersebut. Menurut al-Dahlawai yang dianggapnya menjadi sumber kesulitan, adalah:
1. Adakalanya dari kalangan sahabat dan tabi’in telah mengemukakan hukum terhadap suatu kisah ketika memberi penjelasan pada suatu ayat. Akan tetapi mereka tidak menegaskan dalam pernyataannya bahwa kisah tersebut adalah asbab an-nuzul. Padahal, setelah telusuri ataupun diteliti ternyata kisah itu merupakan sebab turunnya dari ayat tersebut.
2.Adakalanya dari kalangan sahabat dan tabi’in telah mengemukakan hukum dari suatu kasus dengan mengemukakan ayat tertentu, kemudian mereka menyatakan dengan kalimat: Ù†ُزِÙ„َتْ ÙƒَØ°َ dan seolah-olah mereka menyatakan kalau peristiwa itu adalah yang menjadi sebab turunnya dair ayat tersebut. Padahal, bisa jadi pernyataan tersebut merupakan sekedar istinbath hukum dari Nabi mengenai ayat yang dikemukakan tadi.
Dari penegasan al-Dahlawi ini tersirat, bahwa pernyataan-pernyataan dari sahabat dan tabi’in itu sehubungan dengan sebab turunya ayat Alquran harus terlebih dahulu dilakukan penelitian, sebelum menyimpulkan bahwa pernyataan tersebut berfungsi sebagai sebab turunnya dari ayat tersebut.
Adapun menurut al-Wahidi, yang dikutip oleh as-Suyuti bahwa pernyataan tentang asbab al-nuzul tidak boleh diterima terkecuali didasarkan oleh periwayatan atau pendengaran langsung dari orang-orang yang memang menyaksikan turunnya ayat tersebut, mengetahui sebab-sebab turunnya dan telah mendalam ilmunnya. Itu berarti menjelaskan, bahwa tidak setiap sahabat dapat diterima begitu saja dalam periwayatan hadis mengenai asbab al-nuzul, tanpa reserve. (Ahmad Tajudin, dalam Skripsi Program Sarjana Stata 1 Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, 2015).
Al-Wahidi menyatakan bahwa tidak boleh berbicara mengenai sebab-sebab turun Alquran kecuali menggunakan dasar riwayat dan mendengar dari orang-orang yang telah menyaksikan turunnya ayat tersebut dan mengetahui sebab-sebab turunnya ayat serta membahas pengertiannya. Dari Ibnu Abbas, ia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Berhati-hatilah dalam berbicara (mengenai diriku), kecuali apa yang telah kalian ketahui, maka barang siapa yang sengaja berdusta atasku maka bersiap-siaplah untuk menempati tempat duduk dari api neraka, dan barang siapa berdusta atas Alquran tanpa mempunyai pengetahuan maka bersiap-siaplah untuk menempati tempat duduk dari api neraka”. (Dikeluarkan oleh Ahmad, at-Tabrani dan at-Tirmizi).
Muhammad bin Sirin berkata: “Aku bertanya kepada Ubaidah tentang ayat dari Alquran. Ia menjawab: “Bertakwalah kepada Allah dan katakanlah yang benar. Orang-orang yang mengetahui tentang perihal kepada siapa ayat diturunkan telah pergi”. (Al-Wahidi, 2001:11).
Berdasarkan keterangan di atas, apabila asbab al-nuzul diriwayatkan dari seorang sahabat maka dapat di terima (maqbul) sekalipun tidak ada penguatan ataupun di dukung oleh riwayat yang lain. Sebab dari perkataan para sahabat tidak ada celah untuk diijtihadkan dalam masalah ini karena sahabat adalah orang yang melihat serta bertemu langsung dengan Rasulullah. Adapun jika asbab al-nuzul yang diriwayatkan oleh hadis mursal, yaitu hadis yang sanadnya gugur dari seorang sahabat dan hanya sampai pada seorang tabi‘in, maka hukumnya tidak dapat diterima terkecuali sanadnya shahih dan diberi penguatan oleh hadis mursal lainnya. Dan perawinya harus dari para imam tafsir yang mengambil tafsirnya dari para sahabat, seperti Mujahid, Ikrimah dan Sa‘id bin Jubair (Al-Zaqani, 2001:102).
Dari sini sudah jelas bahwa cara untuk mengetahui asbab al-nuzul adalah dengan melalui hadis-hadis shahih maupun hadis mursal dengan syarat sanadnya harus shahih dan harus pula diberi penguatan dengan hadis mursal yang lain dengan diriwayatkan oleh para sahabat maupun tabi‘in. Karena, sahabat adalah orang yang menyaksikan dan bertemu secara langsung dengan Rasulullah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Wahidi. Asbab Nuzul Al-Qur`an. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah. 2001.
Al-Zarqani, Muhammad Abdul Adzim. Manahil Al-‘Urfan fi Ulum Al-Qur’an. Jakarta: Gaya Media Pratama. 2001.
Tajudin, Ahmad. Asbab al-Nuzul Menurut Nasr Hamid Abu Zayd. dalam Skripsi Program Sarjana Stata 1 (S1) Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang. 2015.
Artikel selanjutnya akan membahas studi Alquran asbab al-nuzul bagian 5, yaitu mengenai kontekstualisasi asbab al-nuzul dalam realitas kontemporer..! dapat dilihat dengan mengunjungi tautan berikut:
https://rumahdesainedukasi.blogspot.com/2022/06/studi-alquran-asbab-al-nuzul-bagian-5.html
EmoticonEmoticon