Fase Perkembangan Anak Tingkat SD (Sekolah Dasar)

Sekolah dasar merupakan perwujudan dari salah satu lembaga pendidikan yang diamanatkan untuk menyelenggarakan pendidikan yang dilaksanakan selama 6 tahun dan untuk mempersiapkan peserta didik menuju ke tingkat sekolah menengah pertama (Nugraha, dkk., 2020:11). Menurut Yusuf (2018:179) pada usia sekolah dasar (6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif (seperti: membaca, menulis, dan menghitung). Orangtua umumnya menganggap masa ini merupakan usia yang menyulitkan karena anak tidak mau lagi menuruti perintah dan lebih banyak dipengaruhi oleh teman-teman sebayanya (Soetjiningsih, 2017:181).

Yusuf (2018:179-185) menuliskan bahwa pada masa sekolah dasar, anak akan mengalami tujuh fase perkembangan, yaitu:

1.  Perkembangan intelektual

Sebelum masa ini, yaitu masa prasekolah, daya pikir anak masih bersifat imajinatif, berangan-angan (berkhayal), sedangakan pada usia SD daya pikirnya sudah berkembang ke arah berpikir konkret dan rasional (dapat diterima akal). Piaget menamakannya sebagai masa operasi konkret, masa berakhirnya berpikir khayal dan mulai berpikir konkret (berkaitan dengan dunia nyata).

Periode ini ditandai dengan tiga kemampuan atau kecakapan baru, yaitu mengklasifikasikan (mengelompokkan), menyusun, atau mengasosiasikan (menghubungkan atau menghitunng) angka-angka atau bilangan. Kemampuan yang berkaitan dengan perhitungan (angka), seperti menambah, mengurangi, mengalikan, dan membagi. Di samping itu, pada akhir masa ini anak sudah memiliki kemampuan memecahkan masalah (problem solving) yang sederhana.

Kemampuan intelektual pada masa ini sudah cukup untuk menjadi dasar diberikannya berbagai kecakapan yang dapat mengembangkan pola pikir atau daya nalarnya. Kepada anak sudah dapat diberikan dasar-dasar keilmuan, seperti membaca, menulis dan berhitung. Di samping itu, kepada anak diberikan juga pengetahuan-pengetahuan tentang manusia, hewan, lingkungan alam sekitar dan sebagainya. Untuk mengembangkan daya nalarnya dengan melatih anak untuk mengungkapkan pendapat, gagasan atau penilaiannya terhadap berbagia hal, baik yang dialaminya maupun peristiwa yang terjadi di lingkungannya. Misalnya, yang berkaitan dengan materi pelajaran, tata tertib sekolah, pergaulan yang baik dengan teman sebaya atau orang lain dan sebagainya.

2.  Perkembangan bahasa

Bahsa adalah sarana komunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau gerak dengan menggunakan kata-kata, kalimat bunyi, lambang, gambar atau lukisan. Dengan bahasa, semua manusia dapat mengenal dirinya, sesama manusia, alam sekitar, ilmu pengetahuan, dan nilai-nilai moral atau agama. Dengan dikuasainya keterampilan membaca dan berkomunikasi dengan orang lain, anak sudah gemar membaca atau mendengarkan cerita yang bersifat kritis (tentang perjalanan/petualangan, riwayat para pahlawan, dsb.). Pada masa ini tingkat berpikir anak sudah lebih maju, dia banyak menanyakan soal waktu dan sebab akibat. Oleh sebab itu kata tanya yang dipergunakannya pun yang semula hanya “apa”, sekarang sudah diikuti dengan pertanyaan: “di mana”, “dari mana”, “ke mana”, “mengapa”, “bagaimana”. Terdapat dua faktor penting yang memengaruhi perkembangan bahasa, yaitu: a) Proses jadi matang, dengan perkataan lain anak itu menjadi matang (organ-organ suara/bicara sudah berfungsi) untuk berkata-kata. b) Proses belajar, yang berarti bahwa anak yang telah matang untuk berbicara lalu mempelajari bahasa orang lain dengan jalan mengimitasi atau meniru ucapan/kata-kata yang di dengarnya. Kedua proses ini berlangsung sejak masa bayi dan kanak-kanak, sehingga pada usia anak memasuki sekolah dasar sudah sampai pada tingkat: dapat membuat kalimat yang lebih sempurna, dapat membuat kalimat majemuk, dapat menyusun dan mengajukan pertanyaan.

3.  Perkembangan sosial

Maksud perkembangan sosial ini adalah pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga dikatakan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi dan moral (agama). Perkembangan sosial pada anak-anak sekolah dasar ditandai dengan adanya peluasan hubungan, di samping dengan keluarga  juga dia mulai membentuk ikatan baru dengan teman sebaya (peer grouop) atau teman sekelas. Sehingga ruang gerak hubungan sosialnya telah bertambah luas.

Usia ini, anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri (egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau memperhatikan kepentingan orang lain). Anak dapat berminat terhadap kegiatan-kegiatan teman sebayanya, dan bertambah kuat keinginannya untuk diterima menjadi anggota kelompok (gang) dan dia merasa tidak senang apabila tidak diterima dalam kelompoknya.

Berkat perkembangan sosial, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan kelompok teman sebaya maupun dengan lingkungan  masyarakat sekitarnya. Dalam proses belajar di sekolah, kematangan perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan atau dimaknai dengan memberikan tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga fisik (seperti membersihkan kelas atau halaman sekolah), maupun tugas yang membutuhkan pikiran (seperti merencanakan kegiatan camping atau membuat laporan study tour).

4.  Perkembangan emosi

Menginjak usia sekolah, anak mulai menyadari bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima di masyarakat. Oleh karena itu, dia mulai belajar untuk mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya. Kemampuan mengontrol emosi diperoleh anak melalui peniruan dan latihan (pembiasaan). Dalam proses peniruan, kemampuan orangtua dalam mengendalikan emosinya sangatlah berpengaruh. Apabila anak dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang suasana emosionalnya stabil, maka perkembangan emosi anak cenderung stabil. Akan tetapi, apabila  kebiasaan orangtua dalam mengekspresikan emosinya kurang stabil dan kurang kontrol (seperti melampiaskan kemarahan dengan sikap agresif, mudah mengeluh, kecewa atau pesimis dalam menghadapi masalah), maka perkembangan emosi anak cenderung kurang stabil. Emosi-emosi yang secara umum dialami pada tahap perkembangan usia sekolah ini adalah marah, takut, cemburu, iri hati, kasih sayang, rasa ingin tahu, dan kegembiraan (rasa senang, nikmat, atau bahagia).

Emosi merupakan faktor  dominan yang memengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Emosi positif, seperti perasaan senang, bergairah, bersemangat atau rasa ingin tahu akan memengaruhi individu untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas belajar, seperti memperhatikan penjelasan guru, membaca buku, aktif dalam berdiskusi, mengerjakan tugas, dan disiplin dalam belajar. Sebaliknya, apabila yang menyertai proses itu emosi negatif, seperti perasaan tidak senang, kecewa, tidak bergairah, maka proses belajar akan mengalami hambatan, dalam arti individu tidak dapat memusatkan perhatiannya untuk belajar sehingga kemungkinan besar dia akan mengalami kegagalan dalam belajarnya.

Guru sebagai pendidik seyogyanya mempunyai kepedulian untuk menciptakan situasi belajar yang menyenangkan atau kondusif bagi terciptanya proses belajar mengajar yang efektif. Upaya yang dapat dilakukan antara lain: 1) mengembangkan iklim kelas yang bebas dari ketegangan (seperti guru bersikap tidak judes), 2) memperlakukan peserta didik sebagai individu yang mempuyai harga diri (seperti tidak menganaktirikan atau menganakemaskan anak, tidak mencemoohkan anak, dan menghargai pendapat anak), 3) memberikan nilai secara objektif, 4) menghargai hasil karya peserta didik, dan sebagainya.

5.  Perkembangan moral

Anak mulai mengenal konsep moral (mengenal benar salah atau baik buruk) pertama kali dari lingkungan keluarga. Pada mulanya, mungkin anak tidak mengerti konsep moral ini, tetapi lambat laun anak akan memahaminya. Usaha menanamkan konsep moral sejak usia dini (prasekolah) merupakan hal yang seharusnya, karena informasi yang diterima anak mengenal benar salah atau baik buruk akan menjadi pedoman pada tingkah lakunya dikemudian hari.

Pada usia sekolah dasar, anak sudah dapat mengikuti pertautan atau tuntutan dari orangtua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini, anak sudah dapat memahami alasan yang mendasari suatu peraturan. Di samping itu, anak sudah dapat mengasosiasikan setiap bentuk perilaku dengan konsep benar salah atau baik buruk. Misalnya, dia memandang atau menilai bahwa perbuatan nakal, berdusta, dan tidak hormat kepada orangtua merupakan suatu yang salah atau buruk. Sedangkan perbuatan jujur, adil dan sikap hormat kepada orangtua dan guru merupakan suatu yang benar/baik.

6.  Perkembangan penghayatan keagamaan

Pada masa ini, perkembangan penghayatan keagamaan ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut: a) Sikap keagamaan besifat reseptif disertai dengan pengertian. b) Pandangan dan paham ketuhanan diperolehnya secara rasional berdasarkan kaidah-kaidah logika yang berpedoman pada indikator alam semesta sebagai manifestasi dari keagunngan_Nya. c) Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, pelaksanaan kegiatan ritual diterimanya sebagi keharusan moral.

Periode sekolah dasar merupakan masa pembentukan nilai-nilai agama sebegai kelanjutan periode sebelumnya.  Kualitas keagamaan anak akan sangat dipengaruhi oleh proses pembentukan atau pendidikan yang diterimanya. Berkaitan dengan hal tersebut, pendidikan agama di sekolah dasar mempunyai peranan yang sangat penting. Oleh karena itu, pendidikan agama (pengajaran, pembiasaan, dan penanaman nilai-nilai) di sekolah dasar harus menjadi perhatian semua pihak yang terlibat dalam pendidikan di SD, bukan hanya guru agama tetapi kepala sekolah dan guru-guru lainnya. Apabila semua pihak yang terlibat itu telah memberikan contoh (suri teladan) dalam melaksanakan nilai-nilai agama yang baik, maka pada diri peserta didik akan berkembang sikap yang positif terhadap agama dan pada gilirannya akan berkembang pula kesadaran beragama pada dirinya.

Pemberian materi agama kepada peserta didik, di samping mengembangkan pemahamannya juga memberikan latihan atau pembiasaan keagamaan yang menyangkut ibadah, seperti melaksanakan sholat, berdoa, dan membaca Alquran. Di samping membiasakan beribadah, juga dibiasakan melakukan ibadah sosial, yakni menyangkut akhlak terhadap sesama manusia, seperti hormat kepada orangtua, guru dan orang lain, memberikan bantuan kepada orang yang memerlukan pertolongan, menyayangi fakir miskin, memlihara kebersihan dan kesehatan, bersikap jujur dan bersikap amanah (bertanggung jawab).

7.  Perkembangan motorik

Seiring dengan perkembangan fisiknya yang beranjak matang, maka perkembangan motorik anak sudah dapat terkoordinasi dengan baik. Setiap geraknya sudah selaras dengan kebutuhan atau minatnya. Pada masa ini ditandai dengan kelebihan gerak atau aktivitas motorik yang lincah. Oleh karena itu, usia ini merupakan masa yang ideal untuk belajar keterampilan yang berkaitan dengan motorik ini, seperti menulis, menggambar, melukis, mengetik (komputer), berenang, main bola, dan atletik.

Perkembangan fisik yang normal merupakan salah satu faktor penentu kelancaran proses belajar, baik dalam bidang pengetahuan maupun keterampilan. Oleh karena itu, perkembangan motorik sangat menunjang keberhasilan belajar peserta didik. Pada masa usia sekolah dasar kematangan perkembangan motorik ini pada umumnya dicapainya, karena itu mereka sudah siap menerima pelajaran keterampilan. Dalam perkembangan fisik (motorik) ini, maka sangat tepat diajarkan: a) Dasar-dasar keterampilan untuk menulis dan menggambar. b) Keterampilan dalam menggunakan alat-alat olahraga (menerima, menendang, dan memukul). c) Gerakan-gerakan untuk meloncat, berlari, berenang, dan sebagainya. d) Baris-berbaris secara sederhana untuk menanamkan kebiasaan, keterlibatan, dan kedisiplinan.


DAFTAR PUSTAKA

Nugraha, Mohammad Fahmi, dkk. Pengantar Pendidikan Dan Pembelajaran Di Sekolah Dasar. Tasikmalaya: Edu Publisher. 2020.

Soetjiningsih, Christiana Hari. Seri Psikologi Perkembangan, Perkembangan Anak Sejak Pembuahan Sampai Dengan Kanak-Kanak Akhir. Jakarta: Kencana. 2018.

Yusuf, Syamsu. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2017.

Previous
Next Post »