Pengaruh Akidah Bagi Manusia dan Alam Semesta

Allah telah menentukan manusia di dunia ini sebagai penguasa alam dan khalifah di muka bumi. Mereka membangun, memakmurkan dunia dan bekerja membuktikan rahmat dan nikmat Tuhan kepada hamba-Nya. Alquran telah menegaskan, bahwa Allah memuliakan manusia dan mengutamakannya dari makhluk yang lain. Kepadanya diberikan akal dan pikiran dan karena itu dia memikul tanggung jawab menerima risalat (Shaltut, 1990:43).

Manusia yang merupakan salah-satu atom yang mengisi dunia ini dengan kemampuan dirinya semata-mata tidak mungkin mengetahui sebab keberadaan dan tujuan hidupnya serta apa yang baik bagi dirinya. Karena itu Allah tidak membiarkannya tersia-sia, melainkan Ia membekalinya dengan akal yang menunjukkan jalan kebaikan.

Dengan akal pemberian Tuhan ini, menusia berusaha untuk mengenal alam dan kedudukannya di dalamnya serta tujuan yang harus dicapainya (Musa, 1988:8).

Allah menciptakan alam lebih rendah dari manusia. Alquran menggunakan kata sakhkhara (سَخَّرَ) untuk penciptaan alam dan segala isinya. Secara harfiah kata sakhkhara itu mengandung arti merendahkan. Alam diciptakan untuk sebagai penyedia segala sesuatu yang diperlukan oleh manusia dalam menjalani hidupnya. Firman Allah dalam surah al-Jaatsiyah (45) ayat 13:

Artinya: “Dan dia Telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir”. (QS. al-Jaatsiyah: 13)

Sementara itu manusia diciptakan dalam sebaik-baik bentuk, dan juga Alquran menyebutkan bahwa manusia atau Bani Adam sungguh telah dimuliakan oleh Allah SWT. dari makhluk-makhluk lainnya. Firman Allah dalam surat al-Israa’ (17) ayat 70:

Artinya: “Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan”. (QS. al-Israa’: 70)

Itu berarti alam diciptakan lebih rendah dari manusia. Harkat dan martabat manusia lebih tinggi dari alam, yaitu:

1. Manusia adalah puncak tertinggi dari ciptaan Allah dan manusia makhluk yang paling mulia bila dibanding dengan makhluk Allah lainnya.

2. Alam dengan segala isinya diciptakan oleh Allah pada posisi lebih rendah dibawah manusia.

3. Oleh sebab itu tujuan diciptakannya alam adalah untuk objek yang akan dimanfaatkan oleh manusia dengan sebesar-besar pemanfaatan.

4. Dengan demikian alam terbuka untuk dieksploitasi untuk kesejahteraan hidup makhluk, yakni manusia (Yusuf, 2014:29-30).

Oleh sebab itu, manifestasi iman dalam kekhalifahan pengelolaan alam, haruslah disadari bahwa perbuatan yang paling merusak martabat dan harkat manusia itu adalah bila manusia menempatkan alam berada lebih tinggi dari harkat dan martabat manusia itu sendiri dengan jalan mempertuhan alam. Alam tidak boleh dimuliakan dan tidak boleh dipertuhan. Namun sebagai makhluk tertinggi dan termulia, dalam mengeksploitasi dan memanfaatkan alam, manusia haruslah melakukan dengan rendah hati. Sikap rendah hati terhadap alam itu muncul bila terbangun sikap melihat alam sebagai sumber ajaran dan pelajaran dalam menerapkan sikap tunduk dan patuh kepada Allah SWT (Yusuf, 2014:30:31).

Adapun pengaruh akidah bagi manusia dan alam semesta menurut Dr. H. Amiruddin (pada perkuliahan senin, 09 oktober 2018), yaitu:

1. Manusia meyakini alam, manusia, jin, malaikat, (yang disebut alam) adalah ciptaan Allah.

2. Manusia menyadari bahwa makhluk lainnya adalah saudara sesama penghuni atau pemakai alam semesta, terutama malaikat, jin, dll.

3. Manusia memanfaatkan alam dengan memohon izin Allah, diberdayakan dengan benar dan baik untuk kesejahteraan manusia seraya merawatnya.

4. Manusia akan bersiap untuk dimintai pertanggung jawabannnya atas manfaat alam ini.

5. Manusia sadar dan sayang kepada alam semesta sebagaimana Allah SWT menciptakan alam dengan penuh cinta.

Manusia ditempatkan di bumi ini bukanlah secara kebetulan, ia tampil di dunia bukan pula sebagai benda yang hidup lalu mati kembali kebenda tanpa tanggung jawab, Allah SWT. berfirman dalam Alquran surat al-Jaatsiyah (45) ayat 24:

Artinya: “Dan mereka berkata: "Kehidupan Ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa", dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja”. (QS. al-Jaatsiyah: 24)


DAFTAR PUSTAKA

Musa, Muhammad Yusuf. Islam Suatu kajian Komprehensif. Jakarta: Rajawli Pers. 1988.

Shaltut, Syeikh Mahmud. Akidah dan Syari’ah Islam Terj. Fachruddin Hs. Jakarta: Bumi Aksara. cet. II. 1990.

Yusuf, M. Yunan. Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam. Jakarta: Prenadamedia Group. 2014.

Previous
Next Post »